saya juga mempertanyakan kenapa priyadi sering terlihat mempergunakan konqueror dalam menuliskan balasan komentar di blognya, walaupun kadang dia mempergunakan browser lain. jawaban dia adalah faster than firefox, yang buat saya adalah jawaban yang bagus.
kembali ke OS/2, saya termasuk yang membeli OS/2 warp 3 orisinal saat launching di jakarta, harganya waktu itu sekitar 150 ribu rupiah, dan waktu itu saya termasuk percaya bahwa sistem operasi ini jauh lebih baik ketimbang microsoft windows (saat itu masih windows 3.x). sayangnya, ternyata orang IBM sendiri tidak percaya pada produknya sendiri, walaupun mereka berjualan OS/2, mereka di kantor menggunakan windows sebagai sistem operasi mereka. cerita akhirnya sudah kita ketahui bersama, akhirnya OS/2 mati.
jadi ketika saya bertanya kepada priyadi what do the majority thinks what is useful, dalam konteks komentar-komentar yang ada di blog priyadi, baik saya maupun priyadi sudah tahu apa jawabannya, dan mungkin termasuk anda, pembaca blog saya yang juga sering membaca blog priyadi. kalau ada yang belum tahu jawabannya, silakan baca lagi tulisan walking the path dari saya.
tulisan saya sebelumnya tentang getting the point juga menimbulkan berbagai opini. salah satunya dari yang menamakan dirinya Obyektif:
“… orang kalau sudah kalah berdebat, yang diserang adalah orangnya (yang punya pendapat), bukan pendapatnya. …”
Seperti siapa ya? 🙂
kalau sudah melakukan pointing fingers seperti ini, jawabannya sebenarnya sudah ada di dalam kalimat di atas.
kemudian i made wiryana juga menulis seperti ini:
Sebagai pertimbangan, bagaimana dengan promosi pencegahan AIDS yang disampaikan oleh artis seperti Fredy Mercury, atau mereka yang terkena AIDS juga.
yang dibalas oleh sirait dengan ini:
orang yang kena AIDS mereka tidak suka kena AIDS, makanya mendukung pencegahan AIDS.
tapi beda dengan kasus windows ini. pengguna windows itu suka pake windows kok. orang2 itu lebih prefer windows ketimbang linux desktop. yang gak mereka suka itu beli windows.
sama dengan kasus AIDS. mereka itu mendukung pecegahan AIDS. bukan mendukung “anti free sex” misalnya.
saya pikir tulisan sirait yang paling menggambarkan apa maksud saya. bisa saya tambahkan bahwa analogi dari IMW, meminjam perkataan dari priyadi dalam percakapan kami semalam, flawed analogy, karena bukan berarti sang penderita AIDS yang berkampanye tentang pencegahan AIDS masih terus aktif menularkan penyakitnya kan? beda dengan contoh perokok yang berkampanye anti rokok sembari merokok. 🙂
jadi, kalau masih mengikuti tulisan saya ini, saya lebih menekankan pada practice what you preach, bukan “menyerang pribadi” seperti yang diisyaratkan oleh Obyektif. dalam prakteknya memang kebanyakan orang percaya dan menganggap windows lebih berguna, lalu kenapa bersusah-susah berkampanye anti windows? 🙂
atau seperti kata sirait, mungkin maksud mereka lebih ke kampanye windows yang free, yang tentu saja bisa jadi merupakan solusi untuk pemerintah untuk blunder kasus MoU ini.
31 responses to “percaya”
*pura pura ngga tau ini postingan blog khusus rumah tangga*
malem mingguan cuman bareng priyadi?
sebenernya cape juga main analogi. gini aja deh:
* elo tiap hari pake windows
* elo baca blog gua
* elo tahu bahwa windows bukan solusi yang paling cocok terhadap masalah yang ingin dipecahkan
* elo berniat untuk komen
sekarang, elo mau komen, mana yang akan dilakukan:
* komen pake windows yang lagi dipake saat ini. atau
* download ubuntu, resize partition, install ubuntu, belajar pake ubuntu, dan baru posting komennya.
kalo gua sih, misalnya gua lagi pake windows, dan walaupun di sebelah memang ada linux yang lagi nyala, kalau visit websitenya pake windows, ya gua tetap post di komputer yang sama dengan yang gua pake untuk baca postingnya.
bukan soal preach atau ngga preach. kalau seandainya gua 100% pake windows dan tahu kalau windows bukan hal paling tepat, kenapa gua harus posting pake non windows hanya untuk mengemukakan pendapat tersebut.
buat priyadi: tahu pars pro toto kan? memberi contoh empirik kasuistis seperti di atas untuk membantah fakta angka statistik tentang apa yang mayoritas rasakan lebih berguna, you should be more clever than that.
which statistics?
yang jelas 90%+ komputer di luar sana pake windows, gak ada yang membantah soal ini. ini terlepas dari suka ato ngga suka, kenyataannya memang gitu walaupun gua pikir itu bukan suatu yang ideal. yang jelas, kalau gua atau siapapun yang dibilang ‘pendukung linux’ hanya membatasi diri pake linux, maka hidup akan menjadi sangat tidak praktis.
37 windows vs 14 linux. cuma casual sampling dari apa yang orang gunakan saat itu, terlepas dari apakah pakai di kantor, di warnet atau manapun fakta empirik yang mau ditampilkan. kalau mau dipersiapkan untuk polling serius saya pikir malah tidak bisa menggambarkan tingkat pemakaian OS yang sebenarnya.
Ada 1 perkataan dari Feynman yang membuat saya tidak suka beranalogi, yaitu Apa saja dapat dibuat analogi dengan apa saja.
Sama dengan contoh saya dengan AIDS dari analogi itu Anda mendekati dengan “arah” yang berbeda dengan “arah yang” saya maksudkan. Jadi siapa ya missed the point ?
Tingkat pemakaian tidak bisa di”gambarkan” dengan browser-agent atau OS-identification. Karena juga tergantung definisi.
Apakah tiap pengguna search engine “Google” termasuk pengguna Linux ? Kalau ternyata Google menggunakan mesin-mesin yang menggunakan sistem operasi Linux. Begitu juga apakah seorang yang mengakses situs Microsoft dan melakukan query knowledge based-nya juga bisa dianggap pengguna Windows, hanya karena situs Microsoft berbasiskan .NET di atas Windows.
Kembali ke masalah awal ttg MoU, masalah utama bukan pilihan “sendiri” tetapi pilihan yang melibatkan kepada anggaran belanja negara, aturan administrasi negara, perkembangan local power, serta kebergantungan terhadap entiti asing.
Jadi lebih baik tanpa analogi, sebab situasi di Indonesia sulit dianalogiin he he he he.
oh ya, gak ada yang membantah windows memang lebih banyak yang pake kok. mungkin hampir semua yang pake linux juga pake windows sehari2nya. termasuk gua.
problemnya adalah menggunakan statistik ini untuk menjustifikasi keputusan pemerintah untuk menggunakan windows, apalagi secara menyeluruh seperti di MoU.
yang mayoritas belum tentu benar (argumentatum ad populum). apalagi di sini ada tujuan yang diinginkan yang berbeda dengan kondisi yang sebelumnya (tadinya hampir semua membajak, ingin menjadi tidak membajak sama sekali).
dan apa salahnya dengan pakai windows dan juga tidak membajak? kan memang yang jadi masalah utama adalah bajak-membajak ini, bukan masalah windows atau tidak? 🙂
yang jadi inti persoalan kan memang tidak adanya transparansi kenapa pemerintah memilih windows, dan kenapa harus membayar mahal. sama seperti (maaf jadi analogi lagi, tapi buat saya yang kurang pintar lebih mudah memakai analogi) untuk makan misalnya saya memilih indomie goreng instant ketimbang nasi misalnya, apakah ada salah dalam hal ini? hal ini baru akan menjadi masalah jika ternyata indomie instant-nya didapatkan dari jatah bantuan yang seharusnya dikirim ke korban gempa jogja misalnya. 🙂
kalau tujuannya memang ingin legal, pake windows bukan satu2nya solusi, bisa jadi untuk hal tertentu ada solusi lain yang lebih bagus.
milih indomie goreng instan ketimbang nasi itu gak masalah. yang jadi masalah menganggap semuanya pasti akan milih indomie goreng instan.
Gimana kalau kita hapuskan saja browser-agent and OS-identification dari blogosphere…
*kabur seperti dikejar setan*
itu bukan saya yang ngomong lho, hehe. jangan jadi fatalis gitu dong, saya cuma ngomong mayoritas, jangan diartikan semuanya pasti akan milih, ini bukan cara diskusi yang baik, you should’ve known better. sepertinya ada yang ngomong 90%+ pake windows, dan tidak ada yang mengartikan kalau itu berarti semua pasti windows. 🙂
oalahhhh…
ilmu saya belum nyampe euy… sorry Man kalau si newbie ini belagak sok tau… peace
“kalau tujuannya memang ingin legal, pake windows bukan satu2nya solusi, bisa jadi untuk hal tertentu ada solusi lain yang lebih bagus.”
Ini jadi kepikiran. Sekarang ini kalo mau OS yg jalan di x86 dan independent dari hardware, serta bayar, dan ada support di Indonesia (yg penting ada legal principal shg bisa masuk kontrak negara) pilihannya apa yah?
Mac OS X jelas out karena tidak hardware independent. Ubuntu Linux out karena tidak bayar sehingga tidak perlu ada ribut2 soal MoU. RHEL Workstation dan SuSe ELD tidak ada representative di Indonesia sehingga tidak bisa bikin kontrak.
Ya Windows………………. Hidup Windows 😀
Duh perang OS lagi dan yang tertawa adalah para produser OS tersebut, produk makin banyak di beli atau di download dan rekening produser atau popularitas OS semakin besar atau tinggi 🙂
Saya hanya pengguna saja, blom sebagai bos yang nyuruh anak buah untuk kerja, kalopun nanti jadi bos, saya akan suruh anak buah saya menggunakan OS yang paling feasible digunakan di pekerjaan apakah itu Windows, Linux, OS/390, AS/400, *BSD, dll
Berpikir dari segi kapitalis (eh bener gak yah? ) semakin banyak di omongin akan semakin banyak orang yang penasaran. Sama seperti kasus “Casino Royale” dimana orang pada gak suka pada peran james bond, tapi pada akhirnya pemasukan dari film itu adalah terbesar sepanjang sejarah james bond.
gua refer ke MoU. perjanjiannya seakan2 semua komputer di pemerintah sudah pasti lebih cocok kalo pake windows. dan os lain sudah pasti gak cocok.
#Priyadi quoted ”
“gua refer ke MoU. perjanjiannya seakan2 semua komputer di pemerintah sudah pasti lebih cocok kalo pake windows. dan os lain sudah pasti gak cocok.”
Nah itu, emang kagak ada yang cocok kalau bukan Windows, coba tilik pertimbangan saya di komentar saya sebelumnya
revisi ah, jadi gini: “gua refer ke MoU. perjanjiannya seakan2 semua komputer di pemerintah sudah pasti lebih ideal kalo pake windows. dan os lain sudah pasti gak lebih ideal.”
kalau komputernya cuma dipake untuk ngeweb situs intranet kantor, ngetik surat sederhana & spreadsheet sederhana, maka windows jadi overkill & overpriced. bukan berarti windows gak bisa melakukan hal tersebut, tapi kalau mempertimbangkan hal-hal selain teknis, maka windows bukan os paling ideal dalam kondisi tersebut.
soal harga kenapa harus protes kalo harganya 0? jadi uang yang tadinya untuk beli os-nya bisa dialokasikan ke support.
jika bicara what-if scenario, bagaimana jika oleh suatu sebab yang tidak kita ketahui, akhirnya microsoft memberikan harga yang sama, yaitu 0 atau mendekati 0, dan pemerintah bisa menetapkan perjanjian / kesepakatan dengan harga perangkat lunak bisa 0 atau mendekati 0? ini tentu saja akan menyenangkan para pengguna windows versi “gratis”, hehehe.
tentu saja kemungkinan di atas itu sangat kecil, tapi bukan berarti tidak mungkin. cuma kalau kita bicara dengan “what-if”, akan jadi banyak kemungkinan skenario. kalau dari saya pribadi sih yang ideal ya mac os x, tidak perlu terlalu pusing soal virus sehingga memerlukan minimal support dan relatif lebih user friendly ketimbang linux untuk kepentingan desktop. cuma ya walaupun ideal (setidaknya dari saya pribadi), saya juga melihat kenyataan bahwa sudah ada banyak hardware PC yang dimiliki oleh pemerintah dan semuanya menjadi tidak berguna kalau pindah ke mac os x, sebuah pemborosan yang tidak perlu.
sekarang, intinya adalah MoU itu sudah ada, dan entah yang priyadi dapatkan itu benar isinya seperti itu atau tidak (saya tidak mempermasalahkannya, hanya kita perlu berhati-hati karena pemerintah sendiri belum mempublikasikan MoU itu secara resmi), dan isinya memang sangat memberatkan dan mencurigakan. maka seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, lebih baik dipikirkan cara agar MoU tersebut bisa diubah atau direvisi sehingga bisa lebih adil, bukan dengan bashing produk perangkat lunak tertentu.
soal pemikiran harga sistem operasi adalah 0, saya sendiri mengusulkan agar harga sistem operasi tidak 0, tapi tetapkan misalnya USD 49. nah, harga tersebut itu sudah termasuk biaya instalasi, jadi apa yang priyadi harapkan agar biaya dialihkan ke support itu bisa terjadi, tanpa perlu memusingkan banyak pihak. masalahnya, siapa yang bisa menawarkan hal ini ke pemerintah? saya sendiri juga tidak tahu harus pergi ke siapa.
pantes aja mac masih laku sampe sekarang..
orang2 masih percaya klo mac itu keren 🙁
wah, saya coba search kata “keren” di halaman ini, yang pertama ketemu kok tulisan anda ya?
Ini “keren” yang ketiga dan keempat 😀
#ryosaeba
kalau bicara what-if, semuanya juga what-if :). kalau misalnya MS menawarkan harga 0, what-if kalau upgrade harus bayar jauh lebih mahal. semua possibility harus dipertimbangkan.
problemnya yang menentukan harga bukan pembeli, tapi penjual :). pembeli cuma bisa nego dan mencari deal yang lebih bagus. yang ada di MoU ini jelas bukan hasil nego yang bagus dan/atau usaha mencari deal yang bagus.
kalo gua dari awal ini memang usaha untuk memberitahu pemerintah kalau ada deal yang lebih bagus. bukan berarti gua bash windows or anything.
mungkin saya menulisnya kurang jelas. tentu saja yang menetapkan USD 49 itu adalah sang penjual, karena dengan cara ini dia tidak perlu menambahkan biaya support (atau kasarnya hidden cost), sehingga lebih sederhana dan lebih menarik untuk pembeli.
lha… yang nuduh situ bashing windows itu siapa, hehehe. ini kan awalnya dari tulisan soal walking the path, yang membahas komentar dari tulisan situ, yang kebanyakan masih pake windows tapi masih ada saja yang bashing vendor tertentu.
tapi soal deal yang lebih bagus, secara teoritis memang bisa, tapi pada kenyataannya, jika nanti misalnya dibuka tender, apakah akan ada yang sanggup memenuhinya?
alesan OS/2 mati adalah seorang Louis V. Gertsner tidak memiliki visi ke sana… as much as he kills PowerPC (at least for desktop). coba baca “Teaching the Elephant to Dance”.
I hate G for some his decision he made in the past, but I praise him for some of the works he’d done.
Well it’s the management thingy, sometimes we gotta do what we gotta do.
*pembeli OS/2 perdana juga 😀
Eh salah, kok bisa mirip2 judulnya wakakakaka… “Who Says Elephant Can’t Dance” by Louis V. Gertsner http://www.amazon.com/Elephants-Dance-Inside-Historic-Turnaround/dp/B000AI4JNG/ref=pd_sim_b_3/104-8425322-9581520
waduh..berat banget nih tema yang diperdebatkan kang priyadi dan mas eko. tapi salut deh…:-D
sampe hari ini ternyata masih lanjut… tapi substansi gak meningkat, cuma bolak balik gaya bahasa doang nih… 😀 ting nong, break!
Balada Bloggerz di akhir tahun…
OS/2 menurut gw gagal karena ngga ada API yang standar untuk game dan developer game semacam directX. Ini kenapa M$ win95 lebih diterima dipasar dibanding 0S/2.
Ketika jamanya win 3.x. Banyak game jalan di DOS, dan M$ DOS sendiri OS M$ yang paling susah dibunuh oleh M$ sendiri s/d hadirnya DirectX.
Industri game sendiri merupakan industri yang memacu perkembangan PC “desktop” paling cepat. Dan OS/2 adalah os desktop.
dodol, ya nggak sama lah Windows dengan Linux. Preferensi Windows bukan berarti membunuh Linux dan OS. dan OS tidak sama dengan SEX. penyakit hoby SEX udah dari sononya…