- kode etik jurnalistik harga mati
Pernyataan Sekjen PWI Pusat, yang juga anggota Dewan Pers, Wina Armada SH di Solo beberapa waktu yang lalu, ”Ada wartawan yang sama sekali tidak pernah membaca kode etik jurnalistik.”
Wina memang pernah melakukan penelitian di Jakarta. Temuannya, 19 persen dari keseluruhan wartawan yang jadi responden tidak pernah membaca kode etik jurnalistik. - Pers Pancasila, Pers Bermartabat
Celakanya, survei Dewan Pers tahun 2007 membuktikan ternyata hanya 22% wartawan di Indonesia yang pernah membaca Kode Etik jurnalistik. 78% lainnya, jangankan menjalankan, membacapun belum pernah. Padahal KEJ adalah pedoman wartawan untuk melakukan kerja jurnalistik. Wartawan tidak membaca KEJ berdalih karena tak ikut organisasi Pers sehingga menganggap ‘Emang Gue Pikirin’ (EGP) KEJ? Dalam UU No 40/1999 tentang Pers pada pasal 7 (1) berbunyi wartawan bebas memilih organisasi, sayangnya diartikan Dewan Pers sebagai bisa bebas tak pilih organisasi apapun. Celakanya juga, hal ini dibaca sebagai bebas untuk tak menjalankan KEJ.
terlepas dari mana angka yang benar, apakah 19% atau 22%, keduanya menunjukkan bahwa memang kebanyakan wartawan indonesia tidak pernah membaca kode etik jurnalistik, sehingga banyak muncul pemberitaan di media yang jelas-jelas melanggar kode etik ini. dari hasil pencarian, ada dua kode etik jurnalistik di indonesia: kode etik jurnalistik PWI, dan kode etik jurnalistik AJI. dari hasil mengumpulkan berbagai pemberitaan yang berhubungan dengan roy suryo, terlihat banyak sekali kode etik yang dilanggar.
pasal yang dilanggar dari kode etik jurnalistik PWI:
Pasal 3
Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal 11
Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
pasal yang dilanggar dari kode etik jurnalistik AJI:
Pasal 1
Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Pasal 2
Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
Pasal 3
Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
Pasal 16
Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
menurut saya, ini adalah kondisi yang menyedihkan di indonesia. pihak yang tidak dekat dengan pers, akan sangat mudah menjadi korban fitnah pihak yang menjaga kedekatan dengan pers, sebagai contoh pihak yang rajin mengirimi wartawan SMS menginformasikan kegiatan sehari-harinya.
43 responses to “kode etik jurnalistik”
pertamax
keduaxxx!!
wah mantap! *sebar2 link*
emang wartawan kadang suka aneh, omongan RS ga di crosscek dulu kebenarannya maen turunin aja berita yang semuanya ocehan gak mutu….
wah… pukulan telak ! :))
“pihak yang rajin mengirimi wartawan SMS menginformasikan kegiatan sehari-harinya”
REGRS ?
wow funtastic…
tolong dong ajarin cara bikin majalah kampus gratis bwt universitas al-azhar indonesia..
5# kirim REG spasi ROY ke 6868
bisa jadi salahnya sudah dimulai sejak perekrutan wartawan baru ditambah kurangnya pengawasan internal dari pihak pengelola media itu sendiri. mungkin perlu yang namanya audit pers? 🙂
Oom Eko,
Saya termasuk yang paling mengurut dada sendiri (bukan dada orang lain apalagi cewek lain) soal yang satu ini. Yang baru saya lakukan memang mengingatkan teman-teman reporter di Biro Jabar untuk lebih berhati-hati dalam mengutip narsum yang mengaku pakar TI. Alhamdulillah, dalam beberapa isu sensitif mereka suka diskusi dengan saya sebagai personil TI.
Sayangnya, saya masih belum punya akses / channel ke reporter-reporter KCM maupun Kompas Jakarta, apalagi ke editornya, karena setau saya dimuat tidaknya berita ya atas perintah editor ybs. Kadang-kadang wartawan ada yang kritis juga soal ini namun karena editornya memerintahkan ditayangkan ya mau ga mau jadi tayang juga.
Perintah editor ke wartawan memang mirip perintah Jendral ke anak buahnya. Menolak tugas berarti harus siap masuk kotak.
68% wartawan rajin mencari amplop (kayaknya angka ini musti dikonfirmasiken ke “orang ganteng”)
Kl ini mah rahasia umum kali yeee 🙁
coba lebih dispesifikasikan pembahasannya
contoh kasus tentang tuduhan kalo Blogger yang hack situs depkominfo
yang dikoar-koarkan sama orang yang katanya pakar telematika itu
*ngeloyor*
gak tau kode, sering terjadi POTONG KOMPAS
gunakan kata2 aman, seperti “diduga, kemungkinan, dst..
sudah sejak lama saya juga merisaukan ulah sebagian besar wartawan — dan yg mengaku-aku wartawan — yang kerap melanggar etika jurnalistik. perlukah blogger juga memiliki kode etik?
13# bukannya secara konvensi hal itu sudah berjalan, ndoro ?
**inget kasus2 barusan** 😀
ooo …. ini ada kaitannya sama RS to 😀
RS?? Ryumah Sakiet?
Hello wartawan, ketik ROY dan kirim ke 9388. Sms yang dikirim, langsung dari HP Uyo lho…
Hmm gitu ya, nah mas tu kan buat wartawan ada ga kode etik buat para blogger yang sifatnya tertulis atau engga gitu, kan sepintas blogger ma wartawan sama-sama bikin tulisan atau ya publish sesuatu gitu
salam kenal 🙂
-nenyok-
oooo ngono
hehe, jadi disomasi?? eh…
cuma 19 persen, gila! jadi kalau 100-19 maka ada 81 persen wartawan yg punya potensi jadi wartawan rock-n-roll….seharusnya ini diluruskan. apalagi dengan besarnya kekuasaan wartawan serta media memonopoli kebenaran sebuah berita.
Potensi kerusakannya besar sekali….bukankah wartawan juga manusia dimana dia, seperti juga koruptor, punya potensi abuse of power yg besar
they can bring down anyone, any tiran, any depost, and also any legitimate goverment
Hmm… mantep infonya. Jadi belajar juga untuk nge-blog. Blog kan jurnalistik bebas, jadi sebaiknya juga ngikuti etika ini kan ? Saya juga kadang menyajikan info yang gak bener 😐
Maksudnya bukan gak bener, tapi sumbernya itu dari “katanya”… itu boleh gak ya ?
kalau kata beberapa org yg kurang saya kenal, kode etik itu bukan sesuatu yg seharusnya membatasi gerak para jurnalis.. tapi karena paradigma kode etik kadang di salah kaprahkan dengan pembatasan akses media massa trhadap sebuah informasi ya… begitu deh… yg jelas kan UU ttg Jurnalisme ada sah secara hukum
masalahnya yang buat kode etik sendiri siapa mas??
parahnya yang buat juga kadang ga ngerti.. apalagi yang mo jalani..
*pendapat pribadi..
@ndoro kakukng
wah, kalo pake kode etik bloger.. berat dong ndoro.. ntar cahandong kehilangan eksistensinya,,,
hahahahhaa…
bercanda..
wuihh-wuihh…tamat udah pilar ke-4 demokrasi ini, klo jurnalis nya udah ikutan bobrok!!!
Herzliche Willkommen !!!!
pemred sebuah media massa ternama pernh blng “wartawan itu orang yang masuk ke dalam kolam tahi…harus mampu mengambang-alias survive, tanpa harus telan itu tahi nya”
tapi tnggu dlu, liat aja realita di lapangan, dengan gaji yg kembang-kempis…pilar demokrasi ini, harus mampu bertahan….
kata rekan2 jurnalis sekaliber apa pun dia “lebih baik jd wartawan bodrek klo bgtu”
kbrnya online Jurnalism (blog) ada aturan mainnya skrng ni…..coba dech liat UU tntng per Telekomunikasian “Depkominfo” yang baru kelar dibikin akhir2 n i….
Ikut prihatin .. kode etik dan produk hukum lainnya hanya sebagai pajangan saja. Jika sebagian besar wartawan menjalankan kode etik dengan baik, mungkin pembangunan karakter bangsa akan lebih baik lagi *halah*
Tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun juga butuh aturan. Dan kelihatannya banyak yang dilanggar oleh para blogger baru WP. Mereka seolah menghalalkan segala hal untuk bisa nangkring di BOTD, seperti kasus belakangan ini.
@ siegeht
Yah, itu sih ndak bisa dijadikan patokan, mas. Konon ada pasal karet yang berpotensi menciptakan kontroversi baru. Dan beberapa blogger sependapat ingin mengadakan judicial review tentang masalah itu. 😉
Nah..kalau berita yang sudah diposting kemudian dirubah kaya dikompas mengenai komentar RS itu melanggar kode etik ga ya.. Soalnya banyak yang minta klarifikasinya komentar kontroversi tersebut
@ 10 remo harsono
saya pernah bertemu dengan wartawan yang tipe begini, tapi biasanya si oknum wartawan ini dekat dengan oknum pulisi, serta wilayah kerjanya jauh dari kota (di daerah)
jadi oknum ketemu oknum = oknum kuadrat 😉
setw aku sih, klo dikasih tw dari mana sumbernya..itu sah- sah saja kok…
dewasa inikan, yang jadi masalahnya adalah orang melakukan pembajakan berita, Cd, dll…g ada dibuat sumbernya darimana yang sahlah pokoke….
pokonya kalo fitnah itu dosa 😛
wajib kayak sholat aja. emang lu tuhan apa membuat hukum wajib.
eh si agen, sudah lulus dari ipb rupanya. bom komen sekali lagi otomatis gue hapus semua komen loe.
hapus aja ko
huehuehueh.. mantaps. aku suka gayamu…
Wartawan Indonesia memang pengecut, kalau salah kan punya tameng UU no. 40/1999 tentang pers, asik kan nggak pernah n nggak bisa salah, Tuhan saja kalah lho
Emang susah masalah yang satu ini..apalagi di daerah..dimana perusahaan pers mampu diintervensi kepentingan pemerintah,,,
yang ngaku wartawan (bahkan yang sering koar2 paham KEJ atau UU Pers) masih kerap melanggar apalagi yang baru…
terus muncul lagi Citizen Jurnalitik (yang terkadang disiarkan tidak jauh beda dengan cara berita, foto atau dokumen wartawan umumnya disiarkan)
muncul image betapa mudahnya membuat berita…
parahnya…organisasi pers sendiri sangat kurang kalau mau dibilang hampir tidak ada upaya menjembatani kelemahan tersebut…terutama didaerah….Mboh wesss…kapan profesi wartawan jadi terhormat ya……
“Kalian adalah para pahlawan (orang yang banyak jasanya), menginformasikan kepada publik hal hal harus diketahui, olehnya itu informasinya harus betul-betul fakta, berimbang dan yang paling penting suarakan kepentingan rakyat.”..selamat melaksanakan tugas muli.”
Terima kasih berita, informasi dan ilmunya. . . .
bermanfaat untuk saya.
Link artikel ini juga contoh melanggar KEJ http://www.benss.co.cc/lokal-dan-nasional/121-protes-saya-pemberitaan-majalah-kirana
kalo menurut saya semua itu tergantung wartawannya aja yg harus arif dan bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan sebelum membuat berita tersebut. berita harusnya fakta tanpa disisipi dengan kepentingan, sehingga menjadi berita yg akurat…
tapi faktanya, kadang wartawan sangat idealis justru pihak pengelola media sendiri yg ada kepentingan, sehingga berita yg akurat, tajam dan berimbang itu justru tidak diterbitkan. itulah realita dunia pers ditanah air sekarang. salam kenal yaa. sukses selalu.
pertamaxx bro..memang susah dalam dunia pers sulit mencari yg idealis, semua mengutamakan kepentingan peribadi dan perusahaan penerbitan/penyiaran, kalo bayarannya bagus berita yg biasa-biasa saja bisa menjadi berita yg luar biasa. seperti SBY ke Amrik dibuat gembar-gembor seolah-olah sangat luar biasa, padahal ada berita yg sangat bagus dan mengangkat kepentingan org byk, dimana pada saat itu bersamaan dengan demo para buruh yg diangkat menjadi berita biasa saja. mantap broo..